Selama Ramadan, suasana dan nuansa kebersamaan serta persatuan umat begitu kental, begitu terasa dan begitu indah. Mengawali puasa bersama-sama (seharusnya dan sewajibnya), bertarawih bersama (disamping jamaah shalat lima waktu juga lebih banyak selama Ramadhan), bertadarus bersama, berbuka bersama, beri’tikaf bersama, berzakat fitrah bersama, dan beriedul fitri bersama (semestinya!).
Dan hal itu karena memang ibadah dan amaliah Ramadhan serta ‘Iedul Fithri adalah bersifat jama’iyah, kolektif, dan serba bersama-sama. Tidak bisa dan tidak boleh sendiri-sendiri.
Dari Abu Hurairah bahwasanya Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: ” Berpuasa itu adalah pada hari dimana kalian semua berpuasa (secara bersama-sama), dan beriedul fitri itu adalah pada hari dimana kalian semua beeiedul fitri (secara bersama-sama), demikian juga dengan Iedul Adlha, yaitu pada hari dimana kalian semuanya beriedul adha (secara bersama-sama).” (HR Tirmidzi, Abu Dawud dan Ibnu Majah; dishahihkan oleh Ahmad Syakir dan Al-Albani. Imam Abu ‘Isa At-Tirmidzi berkata: sebagian ulama menafsirkan hadits ini bahwa maksudnya, sesungguhnya shaum dan iedul fitri (dan juga idul adha – pen.) itu (harus) bersama jama’ah dan mayoritas ummat manusia (umat Islam).
Oleh karena itu kita semua patut bergembira dan bersyukur setiap kali bisa memulai puasa Ramadan secara serempak, berbareng dan bersama-sama, tanpa ada perbedaan dan perselisihan yang berarti (kecuali dari beberapa kelompok kecil Umat yang tetap “istiqamah” dengan pilihan “madzhab” uniknya masing-masing). Begitu pula dalam berbahagia menyambut dan merayakan ‘Idul Fitri atau ‘Idul Adha, saat terjadi secara serempak. Dimana nuansa kebersamaan dan persatuan terasa begitu indah. Suasana kegembiraan dan rasa kebahagianpun tampak demikian total dan seakan sempurna. Dan itulah memang esensi dan hakekat makna berhari raya dan beridul fitri.
https://www.liputan6.com/ramadan/read/3981472/hikmah-idul-fitri-yang-perlu-diketahui-rasakan-kenikmatan-nya
No comments:
Post a Comment