Pages

Thursday, October 4, 2018

HEADLINE: Tren Operasi Plastik, Antara Konsep Diri Negatif atau Hak untuk Cantik?

Terlepas dari kasus Ratna Sarumpaet, makin ke sini, operasi plastik yang terkait estetika (alias mempercantik diri) menjadi lazim dilakukan masyarakat berduit dengan beragam usia. Mulai dari anak muda awal 20-an sampai orang tua 80-an tahun. Padahal bila dilihat-lihat, hidung, mata, kantung mata, payudara atau bagian tubuh lain yang dioperasi tidak terganggu fungsinya.

Menurut psikolog klinis Efnie Indrianie, salah satu alasan seseorang melakukan operasi plastik adalah karena ingin aktualisasi diri. Tren operasi plastik yang terjadi saat ini tidak lepas dari pesatnya perkembangan dunia digital dalam bentuk visual. Hal ini membuat masyarakat cenderung menampilkan profil diri baik itu tubuh atau wajahnya. Bagi orang-orang yang mampu, untuk memiliki wajah atau tubuh yang diinginkan bisa dipenuhi dengan cara cepat lewat operasi plastik.

"Orang punya hak untuk cantik, untuk aktualisasi diri. Karena memang ada orang yang melakukan operasi plastik bukan karena dia jelek, kondisi fisiknya baik, tampak bagus-bagus saja, tapi ingin lebih cantik saja," kata Efnie.

Lewat operasi plastik, perubahan fisik yang ia inginkan berhasil. Sehingga, ia bisa merasa lebih menarik dan diterima oleh lingkungannya. "Abraham Maslow bilang itu (aktualisasi diri) adalah salah satu pencapaian tertinggi yang hampir diinginakan oleh semua manusia," kata wanita yang sehari-hari mengajar di Universitas Kristen Maranatha Bandung ini.

Namun, ada juga orang yang melakukan operasi plastik karena memiliki konsep diri negatif akan fisiknya. Ia merasa hidungnya pesek, pipi tembam, atau faktor-faktor lain. Tidak sedikit juga yang melakukan operasi plastik sebagai bentuk kompensasi atas peristiwa yang sampai menimbulkan luka batin pada dirinya.

"Misalnya dia melakukan operasi plastik karena di-bully Si Pesek. Jadi, dia melakukan operasi plastik agar lebih percaya diri menghadapi masa depan," kata Efnie.

Pada orang yang melakukan operasi plastik karena konsep diri negatif atau karena luka batin, Efnie mengingatkan untuk menyehatkan mentalnya terlebih dahalu.

"Kalau dia pernah menjadi korban body shaming, maka perlu penyembuhan luka batin dulu. Ketika penyembuhan luka batin beres, biasanya ketidaknyamanan pada tubuhnya akan beres," kata Efnie.

Bila luka batin atas kejadian buruk di masa lalu tidak disembuhkan, Efnie khawatir orang tersebut jadi lebih rentan mengalami kecanduan operasi plastik atau distortion body image.

"Orang yang mengalami distortion body image ini berarti mereka kecanduan dan tidak merasa puas dengan hasil tindakan operasi plastik di bagian yang sama. Dia juga menikmati rasa sakit ketika operasi plastik. Itu sudah tidak sehat," tegasnya.

Wajib pikirkan ini sebelum operasi plastik

Mengingat ada perubahan fisik sesudah operasi plastik, Efnie mengingatkan agar mempertimbangkan masak-masak sebelum melakukan tindakan ini.

"Melakukannya dengan kesadaran penuh, artinya keputusan sendiri, dan dilakukan secara bertanggung jawab," pesan Efnie.

Lalu, ketahui konsekuensi atau dampak pascaoperasi plastik. Tanyakan kepada dokter kemungkinan apa saja yang mungkin terjadi.

Ada baiknya juga, sebelum melakukan tindakan operasi plastik konseling terlebih dahulu dengan psikolog atau psikiater. Termasuk pada tindakan sesederhana filler.

"Pendampingan psikolog atau psikiater sebelum operasi plastik itu penting. Psikolog atau psikiater di sini memastikan bahwa pasien tadi berada alam kondisi kesehatan mental yang baik," kata Efnie.

Karena jika tidak baik, ketika hasil tidak sesuai keinginan atau dia merasa tidak cantik padahal orang lain mengatakan cantik bisa menimbulkan reaksi. Pada orang yang reaktif, bisa marah besar sementara pada orang yang sulit mengekspresikan diri bisa diam, murung, bahkan depresi.

Let's block ads! (Why?)

https://www.liputan6.com/health/read/3659343/headline-tren-operasi-plastik-antara-konsep-diri-negatif-atau-hak-untuk-cantik

No comments:

Post a Comment