Pages

Thursday, October 4, 2018

Menjaga Tradisi Lengger Banyumas dalam Kesederhanaan

Liputan6.com, Banyumas - Nama aslinya Agus Widodo. Anak kedua dari empat bersaudara pasangan Hadisusilo dan Sainah ini justru luwes dan gemulai membawakan lengger banyumasan. Dalam tubuh seorang laki-laki, ia berkelana menjelajahi feminitas sejak masih kecil.

Siang itu cuaca perbukitan di ujung selatan Kabupaten Banyumas cerah. Hembusan angin meneduhkan hati setiap penduduk Desa Binangun. Rindangnya pohon di sepanjang jalan menambah suasana desa yang asri.

Di satu pojok jalan itu, Agus tinggal bersama kedua orang tuanya. Pria kelahiran 14 Agustus 1987 ini adalah seorang penari lengger yang terkenal di kota asalnya tersebut.

Ibu Sainah menceritakan, awal mula ketertarikan putranya terhadap kesenian tari lengger sejak masih balita. Saat itu, Agus yang disapa Dodo sehari-harinya diajak sang kakek untuk menemaninya menghadiri pertunjukan kesenian wayang.

Kakek Agus merupakan pengrawit calung banyumasan, sehingga tidak heran bila darah seni mengalir dalam diri sang cucu. Pada hajatan tersebut, Dodo terpukau dengan gemulainya penari lengger yang menjadi pengisi acara kesenian itu.

Sejak saat itu Dodo pun mulai nekat untuk mencuri waktu untuk kabur mengikuti rombongan lengger pentas dari dusun ke dusun. Ia pun akhirnya sering menari dan meniru gerakan penari lengger tersebut.

"Sejak kecil, tangannya suka bergerak menirukan lengger. Padahal kakaknya tidak begitu," kata Sainah saat berbincang dengan Liputan6.com, 15 September 2018.

Selain menari, Dodo pun menyukai hal-hal yang feminin. Misalnya saja membantu tetangganya yang mempunyai usaha rias, sehingga tidak heran ia sering disebut sebagai banci.

"Saya yang agak minder awalnya dia bisa seperti ini. Tapi setelah berjalannya waktu, dia semakin sering mendapatkan tawaran untuk pentas ke kampung-kampung. Sejak dari SMP bahkan dia tidak minta uang pada orang tua," tutur Sainah.

Dodo mengakui dirinya menolak permintaan ayahnya untuk bersekolah di STM. Lulus dari bangku SMP, ia melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Kesenian Indonesia (SMKI) Banyumas.

"Kalau aku belajar kesenian tari itu sudah dari kelas 3 SD, sekitar tahun 1998. Lalu waktu di SMKI, aku ngambil uji tari cewek," kata Dodo.

Dodo menyebut pertama kali ia membawakan tari dengan iringan calung ketika tampil di sebuah acara perpisahan KKN mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Purwokerto pada 2003.

"Itu pertama kali bawakan tari nasional. Nara sumber di acara itu mengacungkan jempol karena masih ada yang mengangkat kesenian lokal," kenangnya.

Saat bersekolah di SMKI, Agus mengenal sosok Mbok Dariah, sang maestro lengger Banyumas. Mbok Dariah merupakan seorang penari lengger sejak sebelum kemerdekaan. Salah seorang guru Dodo di SMKI Banyumas, menawari untuk memainkan peran Mbok Dariah muda dalam sebuah film yang disutradarai Bambang Hengky pada 2005.

Di saat memerankan peran tersebut, Agus pun terpanggil untuk meneruskan tari lengger yang pada saat itu kurang diapresiasi masyarakat.

"Setelah memerankan Mbok Dariah, saya banyak tawaran tampil bawakan lengger sampai sekarang," kata Dodo.

Merasa sudah yakin untuk menjadi seorang penari lengger, Dodo pun memilih nama “Agnes” sebagai nama panggungnya. Sebelum dan sesudah pentas, ia menggunakan baju laki-laki biasa. Dodo hanya menampilkan citra sebagai lengger secara utuh hanya di atas panggung.

"Dulu sebenarnya pertama kali bukan Agnes. Nama panggung saya Tarilem, ditari gelem. Tapi keliatan kurang oke, kok seperti yang enggak bawa rezeki. Lalu ada teman yang menyarankan pakai Agnes saja," tutur Dodo.

Let's block ads! (Why?)

https://www.liputan6.com/regional/read/3659457/menjaga-tradisi-lengger-banyumas-dalam-kesederhanaan

No comments:

Post a Comment