Liputan6.com, Jakarta - Adalah Galuh, teman tuli yang bercerita perjalanan panjang menemukan azan di tengah keterbatasan diri. Akses cenderung tak ramah bagi difabel membuatnya tak bisa memahami makna panggilan salat tersebut.
"Saya terlambat mengenal Islam, memaknai Islam. Tapi, tidak apa-apa. Saya tidak pernah menyalahkan Allah," salah seorang teman tuli ini menjelaskan ketika jadi pemateri di program Masjid Ramah Disabilitas di kawasan Jagakarta, Jakarta Selatan, Senin, 27 Mei 2019.
Tuli dimaknai perempuan yang akrab disapa Bunda Galuh ini sebagai tanda bahwa Sang Empunya Hidup ingin dirinya berupaya lebih dalam mengenal dan mendalami ayat-ayat-Nya.
"Sebagai difabel, tugas hidup kita adalah mencari hikmah. Apa kelebihan yang diberikan Allah di tengah keadaan terlihat serba terbatas. Saya, misalnya. Karena kondisi saya, Allah membebaskan pendengaran saya dari hisab (perhitungan baik dan buruk) di akhirat nanti," tambahnya.
Bahasa isyarat yang punya struktur berbeda dengan Bahasa Indonesia disebutkan Galuh jadi tantangan lain bagi teman tuli mendalami Islam. "Ada saya mengenal seorang tuli berusia 27 tahun. Ia kalau salat berhitung. Jadi, misalnya. 1, 2, 3, 4 Allahu Akbar. 1, 2, 3, 4 Sami Allahu Liman Hamidah," Galuh menjabarkan.
Panjang perjalanan memaknai Islam dan berusaha 'mendengar' bunyi azan, Galuh mengatakan baru menemukannya di usia 35 tahun. "Bayangkan selama itu hidup sebagai Muslim, saya baru menemukan bunyi azan," sambungnya.
https://www.liputan6.com/lifestyle/read/3983883/cerita-teman-tuli-yang-baru-mengenal-azan-di-usia-35-tahun
No comments:
Post a Comment